Panduanrakyat
Buton

Tangkal Musibah, Warga Bali di Buton Ritual Nangluk Merana di Pantai Mutiara

Warga Bali di Perkampungan Restu Buana, Kelurahan Wakangka, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton menggelar tradisi nangluk merana. Ritual ini di pusatkan di Pantai Mutiara, Desa Lambusango Timur, Kecamatan Setempat, Sabtu (4/12/2021). (Foto :Toni Armin Syah)
Warga Bali di Perkampungan Restu Buana, Kelurahan Wakangka, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton menggelar tradisi nangluk merana. Ritual ini di pusatkan di Pantai Mutiara, Desa Lambusango Timur, Kecamatan Setempat, Sabtu (4/12/2021). (Foto :Toni Armin Syah)

PANDUANRAKYAT, BUTON- Warga Bali di Perkampungan Restu Buana, Kelurahan Wakangka, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton menggelar tradisi nangluk merana. Ritual ini di pusatkan di Pantai Mutiara, Desa Lambusango Timur, Kecamatan Setempat, Sabtu (4/12/2021).

Tradisi ini bertujuan untuk terhindar dari segala bentuk musibah, yang berarti menangkal musibah dan memohon berkat keselamatan untuk semua umat manusia.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Restu Buana, Kelurahan Wakangka, Ida Bagus Ketut Mardika menjelaskan nangluk merana memiliki arti untuk mengusir segala hama atau penyakit yang berada di persawahan, perkebunan maupun di perkampungan.

Tradisi ini di adakan setiap tahunnya pada Desember atau bulan mati. Masyarakat adat setempat menyebutnya bulan tilem sase ke enam, pitu, kawalu.

“Sekarang ini kita memasuki bulan sase ke enam, pitu, kawalu itu biasa d sebut dengan sase buruk atau sase kotor jadi pelaksanaan upacara ini bisa kita ambil salah satu dari bulan itu kebetulan bertepatan dengan bulan ini adalah bulan mati jadi kita wajib melakukannya upacara nangluk merana ini,” ujar dia saat ditemui Panduanrakyat.com usai upacara di Pantai Mutiara, Desa Lambusangi Timur, Sabtu (4/12/2021).

Ditempat yang sama, Imam Hindu Restu Buana, I Ketut Murdika menjelaskan makna dari ritual adat tersebut untuk menetralisir hal buruk.

“Di karenakan banyak jenis wabah atau penyakit bukan hanya penyakit pada tanaman, hewan tetapi pada pada manusia juga jadi kita melakukan upacara ini untuk menetralisir hal buruk yang akan terjadi agar ada keseimbangan antara Wono Agung dan Wono Alip pada diri kita sendiri,” tandasnya.

Peliput: Toni Armin Syah