Oleh
Dr. Dinna Dayana La Ode Malim, SH, ΜΗ
Peneliti Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional
PANDUANRAKYAT, JAKARTA- Pagi ini, 7 Mei 2025 penulis menerima pesan Whatsapp Group-Indian Alumni Group-berisi forward surat himbauan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di New Delhi, untuk WNI yang bertempat tinggal di dan berkunjung ke India, berisi 7 poin yang pada intinya menghimbau WNI di India untuk meningkatkan kewaspadaan, menghindari kerumunan, mengikuti prosedur keselamatan yang ditetapkan oleh otoritas Pemerintah India, menjaga komunikasi antar WNI melalui WaG WNI dan PPI, menghubungi Hotline KBRI New Delhi dan Hotline KJRI Mumbai setiap saat apabila mengalami kejadian darurat yang membutuhkan penanganan segera dari KBRI atau KJRI.
Ada pula pemberitahuan mengenai fitur tombol darurat pada aplikasi safe travel yang dapat digunakan pada keadaan darurat, dan KBRI dan KJRI Mumbai dapat segera mengidentifikasi lokasi WNI pelapor.
Penulis adalah anggota pada WaG tersebut karena penulis adalah salah satu Alumni India, pada tahun 2016 penulis memperolah Pendidikan non formal di English and Foreign Languange University Hyderabad atas beasiswa Indian Technical Econimic Cooperation dari Kementerian Luar Negeri India.
Setiap tahun Penulis diundang oleh kedutaan India untuk merayakan Indian Alumni Day yang biasanya di laksanakan di Kedutaan India di Kuningan, Jakarta Selatan.
Surat Himbauan KBRI di New Delhi ini dapat kita hubungkan juga dengan berita yang dapat kita baca salah satunya dari republikworld.combahwa pada senin 5 Mei 2025, Kementerian Dalam Negeri India memerintahkan semua Negara Bagian dan Wilayah Persatuan untuk melakukan simulasi pada hari ini, Rabu, 7 Mei di 244 distrik pertahanan sipil yang dikategorikan.
Latihan simulasi ini bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan pertahanan sipil jika terjadi serangan musuh (Republikworld.com, 6 Mei 2025), dan kemudian eskalasi semakin memanas ketika ternyata pada dini hari ini, Rabu 7 Mei juga India diberitakan telah melancarkan serangan rudal militer yang merusakkan sejumlah masjid di Pakistan, dan setelah itu India juga melancarkan serangan militer ke Kashmir tepatnya Sembilan lokasi yang diduga India sebagai tempat teroris di Pakistan.
Kegentingan keadaan ini pada awalnya disebabkan oleh ketegangan di perbatasan Jammu dan Kashmir.
Penyerangan sekelompok orang
bersenjata terhadap wisatawan di Lembah Baisaram, Pahalgam, Jammu dan Kashmir pada 22 April 2025 yang menyebabkan 26 orang tewas dan melukai puluhan lainnya, dimana penyerangan itu sempat di klaim oleh kelompok teroris The Resistance Front yang basisnya ada di Pakistan, dan otoritas Pakistan mengkalim tidak memiliki peran dalam penyerangan kelompok bersenjata itu.
Akar konflik ini, sesungguhnya, terjadi sejak 1947 ketika India dan Pakistan lepas dari kekuasaan Inggris, Pada saat itu wilayah Kashmir mayoritas masyarakatnya adalah muslim dan dipimpin oleh Mountbatten, seorang militer Inggris yang mengawasi pemisahan India Britain menjadi India dan Pakistan, mengusulkan bahwa Kashmir sebaiknya masuk ke India karena pada waktu itu India dianggap negara sekuler (Maharani, 2022).
Kashmir yang mayoritas penduduknya muslim oleh Pakistan dianggap seperti halnya kekasih yang di nikahi orang lain, sengketa ini tidak pernah terselesaikan.
Pencabutan status otonomi Kashmir oleh India pada 2019 dengan menghapus Pasal 370 Konstitusi, telah memicu gelombang kemarahan di Pakistan dan kelompok separatis.
Bagi India, Kashmir adalah bagian tak terpisahkan dari kedaulatan nasional. Bagi Pakistan, itu adalah simbol perlawanan terhadap hegemoni New Delhi.
Retaliasi diplomatik dan militer tak terhindarkan lagi, India Mencabut visa diplomatik untuk pejabat Pakistan, termasuk staf kedutaan dan menghentikan penerbitan visa medis dan pelajar untuk warga Pakistan, sedangkan Pakistan membatalkan visa turis dan bisnis untuk warga India dan mengusir 5 diplomat India.
Kemudian terkait Sungai Indus di wilayah Punjab, yang berbatasan dengan wilayah persatuan India Jammu dan Kashmir di utara, Chandigarh di timur, Himachal Pradesh di utara dan timur laut, Haryana di selatan dan tenggara, dan Rajasthan di barat daya.
Wilayah ini berbatasan dengan Punjab, provinsi Pakistan di barat, yang mana kini sudah terbagi menjadi dua yakni India dan Pakistan, Sungai Indus berperan sentral untuk mengairi pertanian Pakistan terutama di Punjab. Namun disebabkan oleh eskalasi serangan Pahalgam, Jammu dan Kashmir pada 22 April 2025, India Menangguhkan Perjanjian Perairan Indus (1960) yang mengatur pembagian air Sungai Indus, mengancam pasokan air untuk partanian Pakistan, yang berdampak bagi Pakistan yang merupakan negara agraris.
Dalam pendekatan neorealisme, India dianggap berada pada kategori neorealisme defensif. India melakukan upaya meningkatkan stabilitas kemanan dan kesiapan negara termasuk rakyatnya dalam mengantisipasi ancaman serangan luar dengan memperkuat infrastruktur militer termasuk keberadaan senjata nuklir mereka untuk memaksikmalkan keamanan negara, walaupun disatu sisi India menyerang Pakistan, tetapi itu adalah serangan balasan sebagai bagian dari retaliasi militer akibat serangan Pahalgam, Jammu dan Kashmir.
India adalah negara dominan dan hegemon di Asia Selatan, namun tidak dengan sifat ekspansif teritorial. Dikaitkan dengan Jammu dan Kashmir yang diserang, secara de facto, Jammu dan Kashmir adalah termasuk dalam wilayah kedaulatan India.
India cenderung mempertahankan status quo dengan menjaga balance of power di Kashmir. Retaliasi diklaim sebagai respon terhadap struktur anarkis, salah satunya dengan melancarkan Operation Sindoor (serangan balasan terhadap infrastruktur teroris di Pakistan) pada hari ini, Rabu, 7 mei 2025.
Dari sisi Neorealis ofensif, adalah Pakistan, yang diperkirakan mera sa terancam oleh ketimpangan kekuatan material (populasi, ekonomi, militer), dituduh menggunakan proxy seperti kelompok militan untuk melemahkan India di Kashmir. (*)

