Panduanrakyat
Wakatobi

Kaji Risiko Bencana di Wakatobi, LPPM UHO: Laut Banda Miliki Lempang Detachment Fault, Picu Tsunami Besar

Ketgam: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Wakatobi bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Halu Oleo (LPPM UHO) melaksanakan Seminar Akhir Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Wakatobi di Villa Nadila, Jl. Jenderal Sudirman, Kecamatan Wangi-Wangi, Rabu, (27/7/2022) / Foto: Panduanrakyat. com

PANDUANRAKYAT, WAKATOBI- Pemerintah Kabupaten Wakatobi melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Halu Oleo (LPPM UHO) melaksanakan Seminar Akhir Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Wakatobi di Villa Nadila, Jl. Jenderal Sudirman, Kecamatan Wangi-Wangi, Rabu, (27/7/2022).

Seminarnya ini Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 02
Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.

Ketua Pusat Studi Mitigasi dan Penanggulangan Bencana Lembaga Penilitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Halu Oleo Amadhan Takwir, S.Kel., M.Si menjelaskan kajian resiko bencana ini adalah dokumen wajib yang dilakukan sebelum dilaksanakan program-program penanggulangan bencana.

“Maka dokumen resiko bencana ini adalah dokumen awal yang harus di bikin,” ujar dia saat di temui Panduanrakyat.com usai menjadi narasumber dalam seminar akhir.

Menurut Amadhan hampir semua kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara sudah dilakukan Kajian Risiko Bencana (KRB).

“Setahu kami sudah hampir semua kabupaten, di Wakatobi sudah menyusun ini dalam waktu 5 tahun terakhir. Wakatobi tahun ini sudah berhasil memprogramkan untuk menyusun kajian resiko,”ucapnya.

Lanjut, ia berharap dengan seminar tersebut, dokumen ini bisa menjadi dasar, program-program penanggulangan bencana bisa di lanjutkan dengan menyusun kajian resiko bencana, menyusun dokumen kajian bencana kontigensi jenis bencana.

“Semua dasarnya dari kajian resiko ini. Semua kabupaten di Sultra setau saya sudah memiliki kajian resiko bencana ini,” lanjutnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan hasil kajian Universitas Halu Oleo di pusat mitigasi bencana, Kabupaten Wakatobi memiliki dua potensi bencana yang sangat tinggi yang kerap terjadi yaitu abrasi dan gelombang tinggi kemudian potensi bencana cuaca ekstrem akibat puting beliung.

Selain itu, berdasarkan analisis kata dia ada potensi bencana lain di Kabupaten Wakatobi walaupun frekuensi kejadiannya hampir tidak pernah terjadi atau belum pernah terjadi misalnya gempa bumi.

Hal itu disebabkan di perairain Timur Pulau Buton terdapat sesar hamilton. Sesar hamilton ini bisa memicu untuk terjadinya gempa bumi bahkan Tsunami.

“Kalau tsunami di bawah laut Banda ada lempeng yang di sebut detachment fault, lempeng detachment fault ini di sebut sebagai lempeng raksasa yang sedang tidur memiliki potensi ketika bergerak dalam jangka waktu yang tidak bisa di prediksi tapi jika ini terjadi pergerakkan lempeng di Banda detachment fault memicu tsunami yang besar yang sangat dahsyat karena Wakatobi ini sangat rentan terjadi tsunami (walaupun itu kita tidak minta tidak kita harapkan),” ujar dia.

“Sehingga kita mengkaji juga bahwa Wakatobi ini juga punya potensi terjadi bencana gempa bumi dan tsunami walaupun secara frekuensi kejadian itu belum pernah terja,” sambungnya.

Lebih jauh ia menjelaskan untuk mengantisipasi hal itu, ada beberapa cara penanggulangan risiko bencana, salah satunya dengan meningkatkan kapasitas masyarakat.

“Resiko bencana itu turunan dari 3 kajian dari 3 indeks, kajian kerentanan, kajian kapasitas masyarakat, kajian ancaman. Jadi, cara untuk menurunkan risiko pertama kita harus meningkatkan kapasitas masyarakat dulu, bisa jadi ada gempa bumi karena masyarakat punya kapasitas ketangguhan yang tinggi, resikonya rendah. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat ini bagaimana? Masyarakat harus paham bahwa daerahnya punya potensi jenis bencana apa, harus ada jadwal-jadwal yang terjadwal program pelatihan atau simulasi bencana yang terjadwal, ada rambu-rambu evakuasi titik kumpul di setiap desa, sistem peringatan dini di Wakatobi sudah ada sistem peringatan dini untuk bencana gempa bumi dan tsunami, kemudian yang lain-lain dalam tahap administrasi bahwa kita juga butuh Perda tentang penanggulangan bencana,” ujarnya.

“Ketika ada dukungan Perda maka semua stakeholder semua yang terlibat yang ada di Wakatobi baik SKPD maupun pemerintah akademisi, media, swasta dan tokoh masyarakat, itu bisa bekerja bersama-sama utamanya pada saat tanggap darurat. Jadi ketika ada kejadian bencana, sistem komando yang dibentuk dan di SK kan misalnya, di legal formalkan melalui peraturan daerah itu bisa bekerja pada saat tanggap darurat. Itu semua adalah upaya-upaya untuk meminima,” tandasnya.

Peliput: Ika Fitriani