Panduanrakyat
Baubau

Forum Sastra Kepulauan Menyulam Kenangan dalam Bincang Sastra dan Seni Pertunjukan di Baubau

PANDUANRAKYAT, BAUBAU- Forum Sastra Kepulauan menggelar Bincang Sastra dan Seni Pertunjukan. Kegiatan yang bertemakan Menyulam Kenangan ini, Forum Sasatra Kepulauan bekerjasama dengan Gora, Taman Baca Hayluz, Limbo Wolio Institute, Teater Tanah, Warung Kebun dan RRI Baubau

Giat ini dilaksanakan di Galery Gora, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, pada Selasa 30 Juli 2024 sekira pukul pukul 19.00-23.00 WITA.

Kegiatan ini direkam dengan video oleh RRI Baubau dan juga Komunitas Film yang dikordinir Alan atas rekomendasi Ady Rical. Sedangkan master of ceremony (MC) atau seseorang yang bertanggung jawab memandu jalannya sebuah acara dari awal hingga akhir yakni Zulyah dengan mengundang Nuryani Harimuddin senagai perwakilan Galery Gora.

Peserta kegiatan ini, antara lain komunitas seni, guru-guru, dosen dan mahasiswa.

Dalam kesempatan itu, Nuryani Harimuddin memberikan sepatah kata ucapan selamat datang dan rasa terima kasihnya kepada kawan-kawan komunitas yang telah bekerja sama, bergotong royong dan berkolaborasi dalam pelaksanaan kegitan ini.

Sebelum acara puncak Bincang Sastra dan Seni Pertunjukan, ditampilkan beberapa pembaca puisi handal Kota Baubau Buton, antara lain:

Dr. La Ode Syaiful Islami pendiri Teater Tanah, dan Dosen Universitas Unidayan Buton membacakan puisi berjudul “Ana Bunga” karya Sutardji Calzoum Bachri dengan vokal dan ekspresi yang menyetuh. Amiruddin Ena dari Sanggar Seni Fantastik membacakan puisi karyanya berjudul “Kerajaan Aneh”.

Muslimin, Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Buton membacakan puisi “Anak Sulawesi” karya La Ode Balawa. Abah Dadang Latalombo, penyair, penulis naskah drama, sutradara dan aktor tampil dengan menggunakan sarung khas Buton membacakan karya puisinya dengan judul “Munajat”.

Minke Eunoia dari Warung Kebun membacakan puisinya berjudul “Perjamuan Kampung Kota”.

Zulyah dari Taman Baca Hayluz membacakan puisinya bertajuk “Aku Ingin Melekat Padamu”. Ghani dari Limbo Wolio Institute membacakan puisinya berjudul “Kalau Kita Tak Sampai Tumbuh”.

Tandu dari Sanggar La Barani membawakan puisi “Goresan”. Pertunjukan monolog dari Endis dan kawan-kawan berjudul “Tanah Badana”.

Sebagai pamungkas, Asia Ramli Prapanca membacakan 4 buah puisinya yang dihafal, yaitu “Batang Pisang”, Jati Cinta”, “Penyair Karang”, dan “Sukmaku di Tanah Makassar” yang cukup memukau penonton dengan gaya teaterikalnya.

Ardi, Mahasiswa Universitas Yogyakarta sangat mengapresiasi kegiatan semalam. Begitupun dengan Vina yang datang bersama adiknya, Acil duduk hingga akhir kegiatan.

“Saya sangat senang menikmati pertunjukan dan pembacaan puisi. Apalagi kak Ram membawakan nyanyian Wandiundiyu, mengingatkan saya pada masa kecil bersama kakek.” Ungkapnya.

Seusai Asia Ramli Prapanca membacakan puisinya, dilanjutkan dengan Bincang Sastra dan Seni Pertunjukan yang diapandu oleh Ghany.

Narasumber, antara lain Dr. Asia Ramli Prapanca, M.Pd., Koordinator Sastra Kepulauan, Sutradara Teater Kita Makassar, yang juga sebagai Maestro dan Dosen Seni Pertunjukan pada Program Studi Seni Drama, Tari dan Musik (Sendratasik) Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar.

Dalam bincang sastra dan seni pertunjukan ini Asia Ramli Prapanca membagi pengalamannya kepada peserta ketika ia tampil dalam beberapa festival nasional dan internasional.

Gagasan-gagasannya dalam setiap karyanya baik sastra maupun teater, ia membangun strategi dengan menyulam kenangan di masa lalu, kini dan bahkan akan datang yang beririsan dengan budaya kepulauan.

Narasumbetr lain Dr. La Ode Syaiful Islami, pendiri Teater Tanah, dan Dosen Universitas Dhayanu Iksanuddin Baubau menyampaikan pokok-pokok pikiran tentang proses kerja berteater yang tak sampai klimaks.

Karena baginya, klimaks berarti sudah selesai. Jadi tidalk perlu klimaks, tapi tetap berproses terus menerus.

Sedang Amiruddin Ena, Sanggar Seni Fantastik, dan Muslimin, Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UM Buton menyampaikan tentang geliat muda yang cukup menginginkan proses instan berkesenian.

Adapun Abah Dadang mengisahkan bagaimana ia tetap mencintai dunia teater dan terus menulis karya sastra.

Sukry, seorang Digital Imaging Artist, juga memberikan tanggapan dan respon positif terhadap kegiatan ini. Kata dia Kesenian tidak mesti dengan biaya yang mahal. Contohnya kegiatan malam.

Pada akhirnya, Asia Ramli Prapanca memberi gairah baru terhadap dunia sastra dan seni pertunjukan di Baubau.

“Marilah kita bangun ruang panggung bersama, bergotong royong dan kolaboratif dengan menyulam kenangan sosiokultural kita sebagai basis penciptaan. Kenangan sosiokultural kita merupakan jembatan waktu yang menghubungkan yang lalu, kini dan akan datang. Dan sejatinya ditumpahkan dalam ruang panggung seni yang selau kita rindukan, ” Tandasnya. (*)