Panduanrakyat
Buton

Bantah Tudingan Pelayanan Buruk, Direktur RSUD Buton Dinilai Cari Pembenaran

PANDUANRAKYAT, BUTON- Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buton, Ridwan Saifin dinilai cari pembenaran membantah terkait tudingan pelayanan buruk di Rumah Sakit yang dipimpinnya.

Sebab pasien asal Desa Bajo Balimu, Kecamatan Lasalimu Selatan yang sebelumnya direncanakan akan rujukan IGD, namun IGD RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo terkonfirmasi penuh, RSUD Buton terkesan mensiasati dengan mengalihkan ke rujukan poli dengan dalih pasien sudah membaik. Namun nyatanya berakibat fatal. Pesien bayi tujuh bulan itu akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan di atas kapal menuju Makassar.

Meski begitu, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buton, Ridwan Saifin mengaku pihaknya sudah memberikan perawatan maksimal sebelum pasien diputuskan untuk dirujuk.

Plt Direktur RSUD Buton Ridwan Saifun membantah dugaan isu tersebut. Dia mengaku, selama menjalani rawat inap di BLUD RSUD Buton, Nurhasifa mendapatkan pelayanan dengan baik.

“Dari segi apanya yang mengalami kurang pelayanan itu di, saya sudah komunikasi dengan petugas ruangan, kepala ruangan saya panggil, dokter juga saya tanya, artinya pelayanan di ruangan semua baik-baik saja, rutin dilakukan pelayanan, ada catatannya semua,” katanya.

“Jadi makanya saya kaget juga dengan adanya isu tersebut dengan tanda kutip dimana pelayanan yang dimaksudkan oleh keluarga pasien tersebut, dokter jaga, dokter spesialis mereka semua bertugas, ada semua catatan observasi nya,” sambungnya.

Ridwan Saifun menceritakan, Nurhasifa pertama kali masuk lewat IGD pada tanggal 17 Oktober dengan keluhan sesak nafas. Setelah dirawat di ruang anak, pada tanggal 22 Oktober Nurhasifa dipulangkan dengan kondisi sudah stabil.

“Ternyata setelah di rumah pasien tersebut kambuh lagi sesaknya, kan pasien ini masuk dengan infeksi paru, penyakit jantung bawaan karena ada kebocoran di jantung nya, setelah itu di rawat lagi,” kata Ridwan Saifun saat ditemui di ruangannya, Senin (04/11/2024).

Kata dia, sebelum di rujuk ke RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tanggal 31 Oktober kondisi Nurhasifa sudah stabil. “Sebelum dirujuk kondisinya sudah stabil, sudah mulai makan, sudah tidak dipasangkan oksigen lagi, sudah tidak demam lagi. Pasien sudah makan bagus, sehingga dokter dirujuk lah pasien ini ke RSUP dr. Wahidin dengan status rawat jalan,” tuturnya.

Terkait dengan adanya tagihan pembayaran di BLUD RSUD Buton sebesar Rp 6 juta dan sewa mobil ambulance, Ridwan Saifun menjelaskan bahwa Nurhasifa awalnya masuk dengan penerimaan pasien umum.

Belum diaktifkan BPJS nya, sehingga Nurhasifa masuk dengan penerimaan status pasien umum. Begitupun juga dengan sewa ambulance. Kalau pasien pulang tidak dijamin oleh BPJS,” ujarnya.

“Dari bulan Oktober saya ikut rapat rekonsiliasi bersama Pemkab Buton dan BPJS, ada beberapa hal terkait dengan persoalan keuangan daerah. Jadi daerah itu belum mampu membayar tagihan dari BPJS. Jadi BPJS mau tidak mau harus menonaktifkan keanggotaan BPJS, termaksud salah satunya pasien tersebut dan pasien-pasien lainya,” tambahnya.

Sementara itu, terkait dengan ketidakikutsertaan salah seorang perawat untuk menemani keluarga pasien untuk dirujuk ke RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Ridwan Saifun mengatakan bahwa saat dirujuk ke Makassar, status pasien sudah beralih ke rawat jalan.

“Awalnya pasien tersebut dirujuk ke UGD RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, namun ketika beralih ke rawat jalan berarti kan kondisinya tidak perlu lagi untuk didampingi,” katanya.

Ridwan Saifun juga kembali membantah adanya keluhan keluarga pasien hanya dilepas di parkiran. Dia mengatakan bahwa bahwa dugaan tersebut tidak benar adanya.

“Terkait dengan itu, saya sudah panggil supirnya, termaksud kepala ruangan, artinya terinformasikan ka tidak ini pasien bahwa di dalam kapal itu ada klinik, mereka sudah menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa didalam kapal itu ada klinik dan juga mobil ambulance itu sampai di dalam pelabuhan,” ungkapnya.

Jadi kalau rujukannya ini rawat inap, terpasang infus maupun oksigen maka baru ada prosedur sebelum naik di kapal, termaksud karantina nya, jadi ada surat rekomendasi yang dikeluarkan dari kesehatan pelabuhan. Tapi status pasien ini rawat jalan, pasien ini mulai membaik,” tutupnya.

Sebelumnya, Nurhasifa, seorang balita umur 7 bulan asal Desa Balimu, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton meninggal dunia karena mengalami penyakit paru-paru dan bocor jantung.

Nurhasifa meninggal dunia dalam perjalanan menuju RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar karena diduga mengalami sesak nafas dalam kapal.

Sebelumnya, Si Yusti (35) salah seorang keluarga pasien mengatakan, Nurhasifa menjalani rawat inap di BLUD RSUD Buton selama 15 hari.

Si Yusti mengaku kecewa terhadap pelayanan BLUD RSUD Buton yang terkesan lamban menangani anak dari adik kandungnya tersebut.

Kata dia, selama menjalani rawat inap, keluarga pasien harus membayar biaya rumah sakit sebesar Rp 6 juta sebelum di rujuk ke RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Selain biaya rumah sakit, pihak keluarga juga diminta untuk membayar ambulance sebesar Rp 350 ribu menuju pelabuhan Kota Baubau.

Yang paling menyakitkan kata dia, saat perjalanan rujuk, pasien tidak ditemani oleh perawat. Perawat yang ditugaskan BLUD RSUD Buton atas nama Zurhia tidak ikut.

Dengan alasan UGD RSUP Wahidin Makassar penuh. Padahal perawat sudah menyatakan bersedia. Keluarga pasien pun telah membelikan tiket kapal.

Untuk menyelamatkan anak tujuh bulan itu, mereka pun nekat berangkat sendiri. Namun, satu hal yang perlu disayangkan, sebagai pasian yang minim pengatahuan harusnya pihak rumah sakit memberikan petunjuk seperti apa langkah yang harus dilakukan dalam perjalanan saat dirujuk.

Selain itu, keluarga korban menyesalkan pihak rumah sakit yang telah mengetahui korban memiliki masalah paru-paru dan bocor jantung, saat diantar dari RSUD menuju pelabuhan, alat bantu pernapasan pasien malah dibuka.

Sudah begitu saat tiba di pelabuhan meraka diturunkan diparkiran. Sehingga pihak kapal tidak mengetahui bahwa adanya pasian yang menjadi penumpang kapal.

Akibatnya pasien menjadi penumpang umum yang bercampur dengan penumpang lainnya. Karena keluarga pasien yang baru pertama pergi ke Makassar tidak memiliki pengetahuan bahwa ada klinik di dalam kapal. Mereka baru mengetahui dari penumpang kapal setelah pasien mulai kejang-kejang.

Nahas, perjuangan terhadap buah hati harus terkandas diatas kapal sebelum tiba di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, pasien lebih dahulu meninggal dunia.

“Tidak bagus pelayanannya. Kalau bisa lain kali kita langsung rujuk saja di RSUD Baubau tidak usah di Pasarwajo,” Kesalnya.

Si Yusti mengaku akibat buruknya pelayanan RSUD Buton, keluarga korban harus kehilangan nyawa anak, uang dan perasaan sakit hati akibat pelayanan yang tidak bagus.

Dia pun minta agar pemerintah maupun DPRD Kabupaten Buton memberikan perhatian khusus agar kualitas pelayanan di BLUD RSUD Buton ditingkatkan. Keluhan ini kata dia tidak bisa mengembalikan nyawa anak korban.

Tapi setidaknya, lanjut dia apa yang mereka alami dan rasakan terkait pelayanan BLUD RSUD Buton tidak terjadi dan dirasakan lagi oleh pasien-pasien lain yang ada di Buton. (*)