PANDUANRAKYAT, WAKATOBI- Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) Benteng Wacu Awa, Desa Jaya Makmur, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi membuat abon ikan cakalang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat pedesaan setempat.
Untuk meproduksi abon, organisasi masyarakat di tingkat desa ini memberdayaakan masyarakat dengan membagi dua kolompok. Masing-masing, kelompok abon dan ikan.
“SPKP benteng Wacu Awa ini berdiri sejak Oktober 2011 kemudian di organisasi ini dia menaungi dua kelompok : untuk kelompok abon dan kelompok nelayan. Jadi abon dan nelayan ini kan saling ketergantungan, abon ini kan bahan bakunya ikan sedangkan ikan dari nelayan,” ujar Ketua SPKP La Muhama pada Panduanrakyat.com di Binongko, Kamis (12-5-2022) lalu.
Lanjut, Ketua SPKP mengaku gebrakan itu terinspirasi dari banyaknya ikan pada waktu-waktu tertentu sehingga muncul ide untuk membuat abon dari ikan.
Untuk pembuatan abon sendiri hanya menggunakan dua jenis ikan yaitu ikan tuna dan ikan cakalang sedangkan untuk jenis ikan lain belum dicoba.
Untuk penjualannya sendiri sudah sampai ke bagian Jawa, Maluku dan Kendari karena sudah di dukung dengan label Halal, izin jaminan usaha makanan atau minuman rumahan (PIRT), dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM)
“Awalnya setelah saya melihat di Jaya Makmur ini banyak ikan. Di saat musim barat sekitar Februari-Maret itu banjir ikan, jadi dari pada ikan itu mubazir lebih baik kami buat satu inspirasi untuk membuat produksi ini. Tapi kita di sini produksinya hanya dua macam ikan yaitu ikan Tuna dan ikan Cakalang, ada juga satu ini belum lama yaitu stick tulang ikan bahannya dari tulang ikan”, ujarnya.
“Untuk memilih ikan-ikan lain seperti ikan karang, kita belum mencoba membuat jadi abon itu, karena yang di sukai kita punya produk ini sudah sampai di Jawa. Jadi, di Indonesia ini di Maluku, Kendari, bahkan di Jawa juga sudah sampai. Kemudian kelompok SPKP ini didukung oleh Balai Taman Nasional Wakatobi, jadi produk kita ini sudah lengkap semua, sudah ada label Halalnya, sudah ada PERTnya, yah kita sudah jual ke mana-mana, masuk ke supermarket karena sudah punya izin, sudah punya semua ini”, tambahnya.
Awal berdiri hingga mendapatkn berbagai label dan izin membutuhkan proses yang sangat lama .
“Berdiri ini 2011 akhir kemudian untuk izin halalnya kalau tidak salah sejak 2018. Untuk izin PIRT ini harus dari kesehatan, setelah izin PIRT kemudian izin LPPOM itu dari Kendari, setelah itu izin halal”, ujarnya.
Kelompok pembuat abon dan nelayan pemasangan rumpon ini sekitaran 38 orang yang terdiri dari 31 ibu-ibu dan 6-7 orang bapak-bapak. Dalam pembuatan abon ini ibu-ibu membuat kelompok yang modal awal itu dari iuaran dan kemudian iuaran perbulan untuk menunjang kelacaran usaha ini.
“Anggota kelompok sekitaran 31 ibu-ibu untuk abon, kalau nelayan khusus sekitaran 6-7 orang. Jadi nelayan di sini bikin rumpun pasang di laut”, ujarnya
“Usaha ini kan kelompok, jadi kalau sudah ada hasilnya artinya keuntungan karena kan modal awal itu iuaran membayar Rp. 50.000/orang habis itu perbulan Rp. 5.000, setelah kurang lebih 2 tahun berjalan. Jadi setelah uang itu ada kita buat abon ini, setelah itu kita taruhlah modalnya sekian kemudian keuntungannya yang akan kita bagi”, tambahnya.
“Untuk 1 kali produksi 5 Kg abon, satu bungkus 100 ons dengan harga Rp. 25.000”, ungkapnya.
Lanjut, ia mmengaku setelah adanya SPKP pendapatan masyarakat setempat sangat bebeda.
“Sebelum kita lakukan ini dan setelah lakukan itu beda, ibu-ibu itu ada juga rasakan hasilnya. Untuk organisasi SPKP ini kan organisasi kecil, jadi pengurus intinya itu hanya 3 yaitu ketua saya sendiri, sekretaris, dan bendahara”, ujarnya.
Untuk memproduksi abon ini tidak serta merta begitu saja di produksi akan tetapi menunggu pemesanan dari toko penitipan dan itupun di dukung dengan keadaan ikan. Kalau ikannya ada di produksikan tapi kalau tidak ada, tidak di produksikan.
“Untuk produksinya ini tidak selama setahun kita lakukan produksi, tapi kapan di minta dari tokonya baru kita produksi tapi walaupun mereka minta kalau tidak ada ikan setengah mati juga karena ikan tuna dan cakalang itu agak susah juga”, ungkapnya.
Peliput: Ika Fitriani