PANDUANRAKYAT, BUTON- Penjabat (Pj) Sekretaris Provinsi Sulawesi Tenggara, Asrun Lio menilai kegaduhan yang menimpa peserta lomba Tapak Tilas Oputa Yi Koo 2022 di Gunung Siotapina merupakan sebuah drama yang sengaja di buat oleh oknum tertentu.
Sebab, pada saat peserta berjalan menuju puncak, EO dan panitia selalu memonitor peserta dan bahkan saat pengevakuasian peserta, EO berada dilokasi itu. Hanya saja mereka tidak menggunakan tanda pengenal.
“Yang kisruh itu “drama” yang sengaja dibuat. Mereka tidak sadar bahwa yang di depan mereka adalah anggota EO yang tidak menggunakan ID EO yang terakhir mengevakuasi peserta,” ujar Asrun Lio saat dikonfirmasi Panduanrakyat.com lewat pesan whatsapp, Kamis (26/5/2022).
Lanjut, Asrun yang juga ketua panitia kegiatan dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pendidikan Sultra itu menjelaskan dalam kegiatan itu, pihaknya selalu memastikan kemananan para paserta, hal itu disebabkan sebagian besar peserta Tapak Tilas Oputa Yi Koo merupakan pelajar SMA/SMK di Sulawesi Tenggara.
“Sebahagian besar peserta adalah anak siswa SMA dan SMK se-Sultra, jadi saya punya kewajiban untuk memastikan mereka aman selama napak tilas,” jelasnya.
Untuk memastikan kegiatan berjalan sesuai harapan, Asrun bilang, dirinya bersama Bupati Buton La Bakry turun langsung di lapangan bertemu tim Tapak Tilas Oputa Yi Koo.
“Saya bersama Bupati Buton turun langsung ke lapangan. Saya bahkan bertemu dengan tim Napak tilas dalam perjalanan mereka turun kembali dari Gunung Siotapina,” ujarnya.
Lebih jauh, Asrun memaklumi kondisi medan yang sulit dengan tingkat keterampilan dan fisik peserta yang berbeda, wajar saja jika panitia melakukan evakuasi pada beberapa peserta.
Dan panitia (EO) selalu berada di lokasi. Perlu diketahui Pemerintah Kabupaten Buton itu juga adalah panitia.
Menanggapi soal makanan, Asrun menjelaskan saat kegiatan berjalan, makanan tersedia di hari pertama dan kedua.
Hari pertama, makan siang sudah ditetapkan lokasinya di kantor camat Siotapina. Namun, karena peserta tidak bisa mencapai kantor camat, maka makanan di antar ke Desa Matanauwe.
“Yang tidak makan berarti mereka yang tidak singgah makan. Tapi pada malam hari semua peserta yang tiba di Wasambaa semua makan malam,” jelasnya.
Di hari kedua, Asrun menepis isu bahwa panitia tidak menyiapkan makanan, padahal di saat itu, ia menyaksikan langsung ibu-ibu masyarakat adat di Wasambaa, Kecamatan Lasalimu memasak makanan untuk para peserta.
“Ada, justru saya sendiri yang menyaksikan ibu-ibu yang masak lalu di suplai di lokasi,” tandasnya.
Meski begitu, Asrun mengakui dalam iven itu, ada sedikit kekeliruan EO pada waktu survey dan perkiraan waktu tempuh tidak akurat. Selain itu, peserta juga tidak disiplin. Mereka terkesan ngotot, memaksakan diri ikuti kemampuan.
“Padahal sebetulnya tidak mampu tapi mereka paksakan diri. Mereka Bukan pencinta alam yang terbiasa jalan dan mendaki, olehnya itu panitia dari Pemerintah Kabupaten Buton menyiapkan beberapa kenderaan untuk evakuasi peserta,” jelasnya. (*)