PANDUANRAKYAT, JAKARTA- Klaim warga TikTok bahwa Gunung Ruang, Sulawesi Utara, menyebarkan gas sulfur dioksida (SO2) ke seluruh Indonesia hingga memicu hujan asam dibantah para pakar.
Sebelumnya, beberapa postingan di TikTok mengklaim penyebaran gas SO2 ke seluruh Indonesia sambil menyertakan potongan video atau poto yang menunjukkan kondisi sebagain besar RI yang memerah dengan gas tersebut.
“hallo teman2 aku cuma mau infokan kalo gas so2 yg di akibatkan erupsinya gunung ruang itu udah nyampe nyebar ke seluruh indonesia dan gas so2 bisa membuat hujan asam yg mampu merusak tanaman dan ga baik buat kesehatan napas,” klaim salah satu unggahan yang beredar.
Gunung Ruang di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, sendiri meletus atau erupsi pada Selasa (16/4) pukul 19.19 WITA. Akibatnya, ribuan warga mengungsi.
Setelah diteliti, unggahan soal SO2 itu berdasarkan data windy.com, situs prakiraan cuaca swasta yang dioperasikan oleh perusahaan asal Republik Ceko.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com per Senin (22/4) pukul 20.41 WIB, situs tersebut masih menampilkan Indonesia bagian barat yang pekat dengan warna yang diklaim sebagai SO2.
“jadi tolong kasih tau ke sodara” kita dimanapun berada jangan mandi hujan demi kesehatan kita semua terutama anak anak,” lanjut postingan di TikTok itu.
Benarkah faktanya demikian?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda Sidoarjo, melalui WhatsApp resmi EWS Juanda, menyebut informasi dari situs tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Pasalnya, informasi itu bukan berasal dari akun resmi BMKG maupun dari ahli kualitas udara dan meteorologi.
Hingga Senin (22/4) pukul 17.00 WIB, kata BMKG Juanda, Jawa Timur, misalnya, sama sekali tidak terdampak debu vulkanik atau gas SO2 akibat erupsi Gunung Ruang.
“Bila berdasarkan info BMKG dan otoritas bandara, saat ini wilayah Jatim tidak terdampak paparan debu vulkanik Gunung Ruang. Dibuktikan dengan uji paper test di bandara hasilnya nihil,” ujar EWS Juanda, dikutip dari detikcom.
Penyelidik Bumi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Sofyan Primulyana mengungkap gumpalan SO2, atau disebut juga belerang dioksida, yang menyebar luas ke atmosfer akibat letusan besar Gunung Ruang semakin berkurang.
Hal ini seiring dengan penurunan aktivitas vulkanik, baik itu secara visual maupun kegempaan.
“Maka diharapkan aktivitas magma di bawah permukaan Gunung Ruang semakin menurun, sehingga degassing gas-gas vulkanik dari magma juga semakin berkurang, termasuk berkurangnya konsentrasi gas belerang dioksida,” kata dia, Senin (22/4) dikutip dari Antara.
Berikut rincian nilai sulfur dioksida hingga Jumat (19/4) menurut PVMBG:
- 17 April 2024 pukul 13.15 WITA: 3.000 ton dari kolom asap yang memanjang lebih dari 450 kilometer.
- 18 April pukul 14.30 WITA: 300 ribu ton dari kolom asap yang memanjang lebih dari 1.000 kilometer.
- 19 April: 190.000 ton.
“Hingga tanggal 22 April 2024 ini melalui pantauan citra satelit, kami belum mendapatkan update terbaru terkait konsentrasi sebaran gas belerang dioksida di Gunung Ruang,” ujarnya.
Senada, Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengungkapkan udara di sekitar Gunung Ruang masih mengandung gas SO2.
“Setiap kali ada erupsi gunung berapi pasti ada gas sulfur dioksida ini gas tersebut. Tidak hanya mengganggu masyarakat, tapi juga berdampak pada aktivitas penerbangan, seperti Gunung Ruang ini,” kata dia.
Menurut Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Achadi Subarkah Raharjo, lewat siaran pers per 19 April, sebaran debu vulkanik terdeteksi ke arah Barat–Barat Laut dan Timur–serta Tenggara.
Volcanic Ash Advisory Centre (VAAC) Darwin menyebut wilayah yang terdampak sebaran letusan abu vulkanik Gunung Ruang pada saat yang sama adalah Maluku Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah bagian utara, dan sebagian Pulau Kalimantan.
Diencerkan atmosfer
Sofyan menjelaskan setiap erupsi gunung api pasti mengeluarkan gas-gas vulkanik, termasuk sulfur dioksida, dalam konsentrasi yang bervariasi di setiap gunung api. Hal ini tergantung kondisi magma di bawah permukaan dan intensitas erupsi.
Menurutnya, gas belerang dioksida dalam konsentrasi di atas 2 ppm (bagian per sejuta) berbau tajam dan dapat menyebabkan iritasi hidung dan saluran tenggorokan, saluran pernafasan, serta dapat mengiritasi mata dan selaput lendir mata.
Namun demikian, Sofyan mengatakan belerang dioksida yang dierupsikan oleh suatu gunung api biasanya akan terencerkan oleh udara atmosfer, sebagian akan terserap oleh abu.
Sebagian lagi, lanjutnya, akan beraksi dengan uap air di atmosfer membentuk droplet atau tetes air yang bersifat asam, bahkan dapat menembus lapisan atmosfer yang lebih jauh.
Pencemaran belerang dioksida itu, kata Sofyan, terjadi karena penurunan aktivitas vulkanik maupun guyuran hujan.
Meski begitu, Abdul menyebut SO2 berdampak langsung pada masyarakat di sekitar Gunung Raung.
Pihaknya mengimbau warga lokal buat memakai masker saat beraktivitas agar terhindar dari gangguan atau infeksi saluran pernapasan akibat menghirup udara mengandung SO2 atau gas belerang dioksida itu.
Menurutnya, gas sulfur dioksida tersebut tersebar ke udara bersamaan dengan erupsi Gunung Ruang, yang sampai saat ini menurut pantauan tim BNPB masih mengeluarkan asap dari puncaknya.
Batas zona aman bagi warga untuk beraktivitas, kata Abdul, adalah radius 4 kilometer dari puncak.
Batas zona tersebut didapatkan BNPB berdasarkan keputusan penurunan status Gunung Ruang oleh tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang sebelumnya level IV (Awas) menjadi level III atau (Siaga) pada Senin (22/4) pukul 09.00 WIB.
Sumber: CNN Indonesia