PANDUANRAKYAT, BUTON-Tingginya angka stunting dan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Buton di tahun 2023 menjadi perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Buton untuk Bergerak Bersama menanggulanginya tidak terkecuali Kepala Kejaksaan Negeri Buton Ledrik Takaendengan, SH.MH.
Hal ini merupakan tindaklanjut atas Arahan Presiden RI Joko Widodo pada Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda, di Sentul Bogor, Jawa Barat. Dalam arahanya Presiden memerintahkan Kepala Daerah agar dapat menurunkan kemiskinan ekstrem sampai target 0% pada tahun 2024 dan fokus turunkan stunting di daerah.
Untuk itu mewujudkannya tentu membutuhkan sinergitas dan kerjasama serta peran aktif dari berbagai pihak termasuk Forkopimda di Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Ditemui diruang kerjanya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buton, Jaksa Madya Ledrik Victor Mesak Takaendengan SH, MH menjelaskan keterlibatan Kejari Buton dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem adalah melalui Pendampingan Hukum (di bidang Datun) dan Pengawalan Pengamanan Proyek Strategis (di bidang Intelijen) guna cegah dini terjadi penyimpangan penggunaan anggaran oleh instansi terkait. Hal ini bertujuan agar kegiatan penggunaan anggarannya bisa tepat sasaran juga proyek pembangunan bisa dilaksanakan tepat waktu, tepat mutu dan tepat guna.
“Saat ini ada 1918 anak balita stunting di Kabupaten Buton atau sekitar 19% (sumber SSGI) sedangkan angka kemiskinan ekstrem sekitar 2000an KK (data BAPPEDA), namun demikian terdapat juga data stunting yang berbeda dari Kemdagri sekitar 32%. Perbedaan angka-angka ini perlu segera dicarikan jalan keluar agar penanganan pencegahan Stunting bisa segera diatasi, “ujar Ledrik saat ditemui sejumlah wartawan di Kantornya, Jumat (17/2/2023).
Lanjut, ia menjelaskan untuk mendukung Pemerintah Daerah dalam menangani hal tersebut, Kejaksaan Negeri Buton melakukan pendekatan melalui instrumen intelijen dan instrumen datun.
Lebih jauh, ia menjelaskan keseriusan pengawasan anggaran penangangan stunting dan kemiskinan ekstrem di Buton perlu dilakukan. Hal itu mengingat adanya anggaran yang begitu besar.
Anggaran kemiskinan ekstrem yang tersebar disejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Buton tercatat mencapai Rp 100 Miliar. Sedangkan anggaran untuk pananganan stunting di BKKBN Buton sebanyak Rp 500 juta.
Anggaran program penurunan stunting dan kemiskinan ekstrem itu digunakan untuk kegiatan fisik dan non fisik.
Tentu penggunaan anggaran ini perlu ada transparansi agar bisa tepat sasaran, tepat mutu dan tepat guna. Caranya dengan dilakukannya pegawasan. Baik dari Kejaksaan maupun pihak lain.
“Jadi mari sama-sama kita awasi supaya kembali lagi dana ini bisa tepat sasaran ke masyarakat pengguna,” ajaknya.
Tidak hanya itu, ia menjelaskan dari dua item kegiatan, fisik dan non fisik. Menurut Ledrik penggunaan dana kegiatan non fisik di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) lah yang rawan adanya penyimpangan.
Sebab dana yang terbilang besar itu digunakan seluruhnya untuk kegiatan penyuluhan pada kegiatan edukasi kepada masyarakat agar prilaku pola hidup berubah.
Untuk mencegah terjadinya kebocoran, Ledrik harap kegiatan penyuluhan sekiranya perlu keterlibatan Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejakaan Negeri Buton.
“Jadi kalau ada penyuluhan, silahkan mereka gunakan pendampingan hukum di Datun agar sebelum melaksanakan kegiatan bisa di brainstorming dulu sehingga penggunaan anggaran sesuai ketentuan. Itu,” tandasnya. (Gus)